SEMARANG [Suarajavaindo] – Paguyuban Mataram Agung Nusantara bersama Keluarga Besar Damar Kedhaton Nusantara Kota Semarang menggelar Doa Bersama dan Saresehan bertema “Memayu Hayuning Diri, Memayu Hayuning Saksomo, Memayu Hayuning Bawono” di Pelataran Cagar Budaya Candi Gedong Songo 1, Ungaran, Kabupaten Semarang, Minggu (28/12/2025).
Kegiatan sakral tersebut diikuti puluhan anggota paguyuban serta berbagai komunitas nguri-uri budaya dari sejumlah daerah di Jawa Tengah. Acara berlangsung khidmat sebagai bentuk ikhtiar spiritual sekaligus upaya pelestarian nilai-nilai luhur budaya Nusantara.
Rangkaian kegiatan diawali dengan kirab budaya menuju gasebo, kemudian dilanjutkan kirab menuju Candi Gedong Songo 1. Setibanya di lokasi utama, seluruh peserta memanjatkan doa bersama kepada Sang Pencipta, dilanjutkan prosesi mengelilingi candi sebanyak sembilan kali, yang dimaknai sebagai simbol doa, perenungan, dan penguatan spiritual.
Ketua Damar Kedhaton Nusantara Kota Semarang, KRT Kokok Wahyudi Prawiro Dipuro, S.H., M.H., menjelaskan bahwa doa bersama dan saresehan ini merupakan panggilan spiritual untuk kembali pada jati diri Nusantara.
“Ini merupakan bagian dari panggilan spiritual yang diyakini sebagai janji Sabdo Palon, bahwa sudah waktunya kembali pada nilai-nilai Nusantara. Berbagai peristiwa alam yang terjadi saat ini menjadi pengingat agar kita kembali sadar pada jati diri, dengan senantiasa memayu hayuning diri, memayu hayuning saksomo, dan memayu hayuning bawono,” ujarnya
Ia berharap nilai-nilai yang diperoleh dari kegiatan tersebut dapat membekas di hati para peserta dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Melalui kegiatan ini, kami mengajak masyarakat untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Demi Nusantara, kami tidak akan tinggal diam dan akan terus berupaya memberikan yang terbaik,” tambahnya.
Senada dengan itu, salah satu sesepuh, Eyang Sutarno, memaknai tema kegiatan sebagai bentuk kesadaran spiritual dan sosial.
“Memayu hayuning diri adalah membangkitkan kesadaran dan kepercayaan diri untuk menyongsong kebangkitan nilai-nilai Mataram dan Majapahit. Memayu hayuning saksomo berarti menguatkan kerja sama dan kebersamaan. Sedangkan memayu hayuning bawono adalah memanjatkan doa kepada alam semesta, karena alam merupakan perpanjangan tangan Tuhan,” jelasnya.
Menurutnya, pemilihan Candi Gedong Songo sebagai lokasi kegiatan memiliki makna spiritual agar doa-doa dapat dipanjatkan dengan khidmat, tulus, dan penuh kesadaran.
Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara RM Miko Alfianto,SE sekaligus Ketua Paguyuban Mataram Agung Nusantara berharap kegiatan ini dapat menjadi tonggak kebangkitan nilai-nilai luhur Nusantara.
“Ke depan, kami berharap tetap eksis sebagai bagian dari penguat NKRI dengan kembali pada budi pekerti luhur, menjadi diri sendiri, serta tidak tergerus budaya luar yang tidak sejalan dengan jati diri bangsa,” pungkasnya.
Kegiatan doa bersama dan saresehan ini turut mendapat dukungan dari PT Wijaya Laksmi Bhuana Agung sebagai bentuk kepedulian terhadap keutuhan, keselamatan, dan harmoni Nusantara.
@M.Taufiq
SEMARANG [Suarajavaindo] – Paguyuban Mataram Agung Nusantara bersama Keluarga Besar Damar Kedhaton Nusantara Kota Semarang menggelar Doa Bersama dan Saresehan bertema “Memayu Hayuning Diri, Memayu Hayuning Saksomo, Memayu Hayuning Bawono” di Pelataran Cagar Budaya Candi Gedong Songo 1, Ungaran, Kabupaten Semarang, Minggu (28/12).
Kegiatan sakral tersebut diikuti puluhan anggota paguyuban serta berbagai komunitas nguri-uri budaya dari sejumlah daerah di Jawa Tengah. Acara berlangsung khidmat sebagai bentuk ikhtiar spiritual sekaligus upaya pelestarian nilai-nilai luhur budaya Nusantara.
Rangkaian kegiatan diawali dengan kirab budaya menuju gasebo, kemudian dilanjutkan kirab menuju Candi Gedong Songo 1. Setibanya di lokasi utama, seluruh peserta memanjatkan doa bersama kepada Sang Pencipta, dilanjutkan prosesi mengelilingi candi sebanyak sembilan kali, yang dimaknai sebagai simbol doa, perenungan, dan penguatan spiritual.
Ketua Damar Kedhaton Nusantara Kota Semarang, KRT Kokok Wahyudi Prawiro Dipuro, S.H., M.H., menjelaskan bahwa doa bersama dan saresehan ini merupakan panggilan spiritual untuk kembali pada jati diri Nusantara.
“Ini merupakan bagian dari panggilan spiritual yang diyakini sebagai janji Sabdo Palon, bahwa sudah waktunya kembali pada nilai-nilai Nusantara. Berbagai peristiwa alam yang terjadi saat ini menjadi pengingat agar kita kembali sadar pada jati diri, dengan senantiasa memayu hayuning diri, memayu hayuning saksomo, dan memayu hayuning bawono,” ujarnya.
Ia berharap nilai-nilai yang diperoleh dari kegiatan tersebut dapat membekas di hati para peserta dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Melalui kegiatan ini, kami mengajak masyarakat untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Demi Nusantara, kami tidak akan tinggal diam dan akan terus berupaya memberikan yang terbaik,” tambahnya.
Senada dengan itu, salah satu sesepuh, Eyang Sutarno, memaknai tema kegiatan sebagai bentuk kesadaran spiritual dan sosial.
“Memayu hayuning diri adalah membangkitkan kesadaran dan kepercayaan diri untuk menyongsong kebangkitan nilai-nilai Mataram dan Majapahit. Memayu hayuning saksomo berarti menguatkan kerja sama dan kebersamaan. Sedangkan memayu hayuning bawono adalah memanjatkan doa kepada alam semesta, karena alam merupakan perpanjangan tangan Tuhan,” jelasnya.
Menurutnya, pemilihan Candi Gedong Songo sebagai lokasi kegiatan memiliki makna spiritual agar doa-doa dapat dipanjatkan dengan khidmat, tulus, dan penuh kesadaran.
Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara Miko Alfian berharap kegiatan ini dapat menjadi tonggak kebangkitan nilai-nilai luhur Nusantara.
“Ke depan, kami berharap tetap eksis sebagai bagian dari penguat NKRI dengan kembali pada budi pekerti luhur, menjadi diri sendiri, serta tidak tergerus budaya luar yang tidak sejalan dengan jati diri bangsa,” pungkasnya.
Kegiatan doa bersama dan saresehan ini turut mendapat dukungan dari PT Wijaya Laksmi Bhuana Agung sebagai bentuk kepedulian terhadap keutuhan, keselamatan, dan harmoni Nusantara.
@M.Taufiq
