Desak Regulasi, AM Jumai Soroti Menjamurnya Resto Daging Babi di Kota Semarang

Oplus_131072

SEMARANG [Suarajavaindo] – Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang, AM Jumai, menyampaikan keprihatinan atas maraknya peredaran daging babi dan bertambahnya restoran yang menjual menu olahan babi di sejumlah wilayah Kota Semarang. Hal ini disampaikannya setelah keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah yang menegaskan keharaman peternakan babi di Jepara bagi umat Islam.

Menurut AM Jumai, toleransi dan kebebasan berkeyakinan memang dijamin oleh konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Namun, ia menegaskan bahwa kebebasan tersebut harus dijalankan dengan memperhatikan etika dan kearifan lokal, terutama di wilayah mayoritas Muslim.

“Fatwa MUI Jawa Tengah sudah menegaskan babi itu haram bagi umat Islam. Maka transparansi pelabelan dan pemasaran sangat penting. Jangan hanya beralasan agar jelas mana resto halal dan mana non-halal, lalu bebas menjual menu non-halal di kawasan mayoritas Muslim. Ini soal etika, sensitivitas, dan kearifan lokal,” tegasnya.

AM Jumai mengingatkan bahwa beberapa tahun lalu, rencana penyelenggaraan Pork Festival di Semarang menuai penolakan keras dari berbagai ormas Islam hingga akhirnya dibatalkan. Menurutnya, maraknya penjualan daging babi di beberapa kecamatan saat ini menjadi sinyal perlunya pengawasan yang lebih ketat.

Dari hasil audiensi dengan Wali Kota Semarang, DPRD Kota Semarang, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, AM Jumai menemukan bahwa hingga kini belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur peredaran dan pemasaran daging babi. Ia menilai regulasi ini sangat dibutuhkan, bukan untuk melarang umat lain mengonsumsi, tetapi untuk memastikan keteraturan, pelabelan yang jelas, dan menghindari potensi gesekan sosial.

Ia juga menekankan bahwa konsumen non-Muslim patut dihormati, namun pelaku usaha sebaiknya tidak memasarkan produk tersebut secara berlebihan di wilayah mayoritas Muslim. AM Jumai pun mengajak Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) berperan aktif dalam edukasi dan dialog antaragama terkait isu sensitif ini.

Selain itu, ia meminta pemerintah daerah bersama DPRD segera merumuskan aturan yang berpihak pada ketertiban dan kearifan lokal, serta mengimbau aparat penegak hukum untuk mengawasi dan menindak tegas pelanggaran, terutama terkait penipuan label atau pencampuran bahan haram pada produk halal.

“Kita harus menjaga Semarang sebagai kota yang ramah, toleran, dan damai. Kebebasan berkeyakinan tetap harus diiringi kesadaran akan etika dan sensitivitas sosial. Itulah wujud toleransi yang sesungguhnya,” pungkasnya.

Oleh : Dr H AM Jumai, SE.MM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *