Merti Desa (Apitan) Desa Sugihmanik – Tanggungharjo Tidak Lepas Dari Asal Usul Di Namainya Sugihmanik Oleh Sunan Kalijaga

GROBOGAN , SUARAJAVAINDO.COM – Merti Desa/Bersih Desa (Apitan) yang digelar oleh Pemerintahan Desa Sugihmanik bersama Warga masyarakat selama 2 hari pada hari ,Senin Wage tanggal 12 Mei 2025 pukul 16.00 wib kirab pusaka bende dari Sendang Mudal ke Kediaman Kepala Desa yg di meriahkan Kirab bersama masyarakat dengan berbagai budaya seni dan malamnya pagelaran wayang kulit lakon Semar Mbangun Khayangan dengan di sertai ritual penyerahan Pusaka bende dari Pamong/Perangkat Desa yg di wakili Kaur Kesra Mashuri ke Kepala Desa Imam Santoso dan Selasa Kliwon (13/05/2025) pukul 11.00 wib Ada Seni Tayub di lokasi Sendang Mudal Sugihmanik , dari hal kegiatan tersebut ada kaitannya dengan Sejarah adanya Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah ternyata masih ada kaitannya dengan Sunan Kalijaga.

Kisah itu diungkapkan Tokoh Masyarakat juga Mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Grobogan, H.Nur Wibowo atau yang akrab disapa Pak Bowo itu. Dumadine Desa Sugihmani berkaitan dengan pembangunan Masjid Demak yang dilakukan Sunan Kalijaga.

Saat itu, Sunan Kalijaga sedang mencari kayu untuk dibuat genting sirap Masjid Demak. Dalam suatu perjalanan mencari kayu itu, rombongan Sunan Kalijaga sampai di suatu pedukuhan pinggir hutan, yang konon bernama Dukuh Matamu.

Rombongan itu kemudian beristirahat untuk melaksanakan sholat. Ketika semua santri sedang beristirahat, Sunan Kalijaga pergi memeriksa hutan di sekitarnya.

”Ternyata di sebelah selatan Dukuh Matamu, terdapat kawasan hutan jati yang pohonnya lurus-lurus dan berusia tua,” Kata H.Nur Wibowo di sela sela kegiatan Merti Desa (Apitan) Desa Sugihmanik. Senin (12/05/2025) pukul 16.00 wib.

H.Nur Wibowo menceritakan Sunan Kalijaga kemudian memerintahkan para santrinya, untuk menebang pohon-pohon jati itu. Beberapa hari kemudian, tampak beribu-ribu papan kayu genting sirap berjajar rapi di pinggir hutan.

”Sangat puas hati Sunan Kalijaga melihat genting-genting sirap, sehingga beliau berkenan memberi nama hutan itu dengan Hutan Jati Sirap,” ungkap H.Nur Wibowo .

Pada suatu hari lagi, Sunan Kalijaga berkenan untuk dibuatkan surau. Para santrinya pun langsung bekerja keras siang dan malam membangun surau itu. Tak lama kemudian surau itu jadi.

”Beliau juga berkenan, untuk dibuatkan kentongan dan bedug. Pergilah beberapa orang santri mencari kayu, yang akan dibuat kentongan dan bedug. Konon kayu yang diperoleh terlalu panjang, hingga beliau memerintahkan memotongnya menjadi dua,” Tutur H.Nur Wibowo.

Kemudian bagian ujung dibuat bedug dan dipasang di surau pedukuhan Matamu. Sedangkan bagian pangkalnya juga dibuat bedug, yang dipersiapkan dipasang di Masjid Demak.

Setelah surau yang lengkap dengan bedug dan kentongan selesai dibuat, Sunan Kalijaga masih punya keinginan dibuatkan sebuah balai. Balai itu akan digunakan sebagai tempat mengajar para santri, serta akan digunakan sebagai tempat bermusyawarah.

”Bentuk balai yang kemudian dibuat oleh para santri sangat megah, karena didirikan di atas tanah agak tinggi. Dinding dan lantainya terbuat dari lembaran kayu jati tebal, serta atapnya dibuat dari genting sirap. Karena balai itu bentuknya memanjang, para santri memberi nama Balai Panjang,” Ujarnya.

Kemudian, suatu hari yang lain lagi masih dalam perjalanan yang sama, datang musim kemarau panjang. Karenanya, mata air dan sumur penduduk kering.

Sunan Kalijaga sangat prihatin melihat hal itu. Dia kemudian duduk di atas batu besar dekat Balai Panjang.

”Beliau memanjatkan doa, dan memohon ampun kepada Allah SWT agar pedukuhan terhindar dari bahaya kekeringan. Konon setelah selesai berdoa, tiba-tiba dari bawah batu terdengar suara ikan berenang. Mendengar suara itu, diutuslah beberapa orang santri menggulingkan batu besar yang didudukinya. Ternyata di bawah batu terdapat sendang, yang sangat jernih airnya,” katanya.

Di dalam sendang, Ucap H.Nur Wibowo ada beberapa ekor ikan palung yang sedang berenang di permukaan air. Air dalam sendang memancar keluar, disertai riak-riak yang berkilauan seperti manik-manik.

”Melihat riak air yang keluar dari sendang seperti butiran manik, Sunan Kalijaga berkenan mengganti nama pedukuhan Matamu menjadi pedukuhan Sugihmanik. Karena sendang itu berjasa menolong mereka, Sunan Kalijaga berkenan memberi nama sendang Sentono Dalem,” terangnya.

Suatu hari, ketika sendang Sentono Dalem memancarkan air sangat deras, di sebelah timur sendang juga muncul sendang baru. Karena air yang keluar dari sendang sangat deras, para santri mengatakan airnya mudal-mudal keluar.

”Dari kata mudal-mudal itu, Sunan Kalijaga memberi nama Sendang Mudal,” Tutupnya.
Dari cerita legenda adanya Desa Sugihmanik Masyarakat bisa tahu dan memahami tentang sejarah dan sampai sekarang budaya Merti Desa/ Bersih Bumi (Apitan) terus di uri uri dan itu merupakan wujud Syukur Warga masyarakat kepada Alloh SWT dengan limpahkan berkah barokah,Sehat , rezeki dan di jauhkan dari cobaan dan bencana.

(BANU ABILOWO)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *