Utama  

Pemkab Grobogon bersama Perum Perhutani Gelar FGD Untuk Mengurangi Risiko Banjir di Grobogan

 Suarajavaindo.com

GROBOGAN – Dalam rangka mengurangi risiko banjir di wilayah Kabupaten Grobogan, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa mengikuti Focus Group Discussion (FGD) di ruang rapat Wakil Bupati Grobogan,pada hari Selasa tanggal (07/10/2025).

FGD yang digelar merupakan inisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Grobogan untuk mengurangi risiko banjir di wilayah Kabupaten Grobogan. Kegiatan tersebut membahas tema “Pengelolaan Hutan yang Produktif dan Berkelanjutan di Kabupaten Grobogan. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Administratur Perhutani KPH Telawa, KPH Purwodadi dan KPH Gundih, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Grobogan, didampingi Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Grobogan, Kepala Bappeda, seluruh Unit Perangkat Daerah (UPD), Camat se-Kabupaten Grobogan, Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah I Jawa Tengah serta para akademisi.

Tujuan FGD kali ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang sikap, pendapat, persepsi, dan pengalaman dari berbagai pihak untuk menjaga kelestarian hutan, mencegah bencana banjir dan kekeringan, serta mengoptimalkan peran sektor kehutanan sebagai penggerak ekonomi hijau di wilayah Kabupaten Grobogan.

Administratur KPH Telawa, Heri Nur Afandi, menyampaikan bahwa,” kelestarian hutan adalah tanggung jawab bersama, dirinya berharap semua pihak memahami pentingya kelestarian hutan dan ikut berperan dalam pelestarian hutan.

“kelestraian hutan adalah yang selalu kita harapkan bersama, kami berharap semua pihak ikut berperan untuk kelestarian hutan sesuai kewenangannya masing – masing, saya berharap adanya hutan yang produktif dan berkelanjutan akan dapat memeberikan kesejahteraan bagi masyarakat serta dapat mengurangi risiko banjir,” katanya.

Sementara itu dalam sambutannya, Sekretaris Daerah Kabupaten Grobogan Anang Armunanto, menjelaskan bahwa,” luas wilayah Kabupaten Grobogan mencapai 202.385 hektar, menjadikannya kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, luas kawasan hutan produksi mencapai 70.189,94 hektar atau sekitar 34,6% dari total wilayah kabupaten. Hutan produksi tersebut terdiri dari hutan produksi terbatas seluas 3.060,97 hektar dan hutan produksi tetap seluas 67.097,2 hektar. Sementara kawasan bentang alam karst seluas 11.377 hektar tersebar di Kecamatan Klambu, Brati, Grobogan, Tawangharjo, dan Ngaringan, dengan luas hutan dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) mencapai 5.425,49 hektar.

“Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan merupakan kontributor terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Grobogan tahun 2024. Sektor ini tidak hanya menopang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjadi kunci keseimbangan ekosistem dan ketahanan lingkungan,” ujar Sekda.

Anang menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara terpadu dari hulu ke hilir, agar penanganan banjir dan kekeringan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor dinilai menjadi keharusan untuk memastikan tata kelola hutan memberikan manfaat ekologis, sosial, dan ekonomi secara seimbang.

Sementara itu, Administratur Perhutani KPH Purwodadi, Untoro Tri Kurniawan, menegaskan bahwa upaya pencegahan banjir tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan semua pihak.

“Untuk mencegah banjir dan menjaga kelestarian hutan, diperlukan tindakan nyata dari seluruh elemen, mulai dari pemerintah daerah, Perhutani, Cabang Dinas Kehutanan, dinas teknis, hingga masyarakat sekitar hutan. Hutan tidak boleh dipandang semata sebagai sumber ekonomi, melainkan benteng ekologis yang menjaga keseimbangan air dan tanah,” ungkap Untoro.

Ia menambahkan, Perhutani terus mendorong pengelolaan hutan berbasis kolaborasi dengan melibatkan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), akademisi, dan pemerintah daerah, agar pengelolaan hutan menghasilkan manfaat ekonomi sekaligus ekologis.

Dukungan juga datang dari dunia pendidikan. Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Grobogan (ITB-MG), Ir. Jati Purnomo, M.Si, menyampaikan komitmen akademisi untuk berperan aktif dalam pendampingan dan edukasi masyarakat sekitar hutan.

“Kami mendukung langkah Perhutani untuk menanam tanaman keras seperti buah-buahan di Kawasan Perlindungan Setempat (KPS). Selain menekan laju erosi dan menjaga ekosistem, tanaman tersebut juga bernilai ekonomi sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.

Ia menambahkan pentingnya pendampingan aktif antara pemerintah daerah, Perhutani, dan masyarakat untuk memastikan pengelolaan hutan berkelanjutan.

“Keberlanjutan hutan adalah keberlanjutan kehidupan. Pemerintah, Perhutani, dan masyarakat harus bersinergi memperbaiki perilaku terhadap alam,” tegas Jati.

Melalui FGD ini, seluruh peserta bersepakat bahwa pengelolaan hutan produktif dan berkelanjutan harus menjadi bagian integral dalam perencanaan pembangunan daerah. Isu strategis seperti penanganan banjir dan kekeringan, rehabilitasi lahan kritis, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat hutan menjadi fokus utama diskusi

 (BANU ABILOWO)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *