“Sadranan” di Cagar budaya komplek situs makam Pangeran Juminah Kaliwungu Kendal

SUARAJAVAINDO.COM, KENDAL-

sadranan atau Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata Sadran yang artinya ruwah syakban.

Apa yang di lakukan para leluhur, sebagai generasi muda seyogyanya meniru, agar tradisi sejarah dari para leluhur tetap berlanjut.

Terkait hal tersebut, awak media coba mencari tahu asal muasal Sejarah awal sadranan, menurut sumber informasi Untung, dia mengatakan bahwa Sadranan dan yang di sadrani berawal dari Raja Mataram pertama panembahan Senopati Eng Aluko Abdurrahman syayidina Panotogomo Alifatullah ing Mataram yang mempunyai banyak istri dan banyak anak, salah satunya adalah pangeran Juminah.

Pangeran Juminah lahir dari Raden Ayu Retno Dumilah dari Madiun, nama asli Pangeran Juminah adalah Raden mas Bagus, setelah tumbuh dewasa berganti menjadi pangeran Juminah, kemudian setelah usianya tua menjadi Pangeran Panembahan Juminah.

Gelar Juminah ini berasal dari eyangnya yaitu Ronggo Jumeno, penembahan Madiun, dimana hal tersebut karena kebiasaan lidah Jawa yang berucap menjadi Juminah.

Terkait hubungan pangeran Juminah dengan Kaliwungu yaitu dulu sejarahnya tanah Kaliwungu itu merupakan upah atau bayaran dari raja mataram untuk Ki juru Martani selaku patih Mataram atas keberhasilannya mengemban tugas. Singkat cerita kemudian KiJuru Martani mempunyai anak bernama Ki Juru Mayem, dari Ki Juru Mayem mempunyai anak putri yang di nikahi Pangeran Juminah dari pernikahan tersebut melahirkan Tumenggung wongso Prono atau yang dikenal Ki ageng Lempuyang. Selanjutnya dari Ki Ageng Lempuyang ini tanah Kaliwungu di serahkan oleh Sultan Amangkurat Agung kepada Tumenggung Mongso Prono( ki Ageng Lempuyang).

Setelah wilayahnya tertata rapi, putra dari Ki Ageng Lempuyang yang bernama Tumenggung Joyonegoro itu di ambil mantu oleh Sunan Amangkurat Agung, dari situ kemudian di tetapkan menjadi Bupati Kaliwungu.

Bupati Kaliwungu meliputi Kabupaten yang semula Kendal terpisah menjadi dua yaitu Kali Blorong ke Barat sampai Kali Kuto di sebut Kabupaten Kendal. Dan Kali Blorong ketimur sampai Jrakah adalah Kabupaten Kaliwungu. Ketika itu Kendal Luasnya 2900 karya dan Kaliwungu luasnya 2000 karya. Setelah Tumenggung Joyonegoro menjadi bupati Kaliwungu namanya di rubah menjadi Raden mas Ronggo Hadi Negoro.
Ronggo menurut tata bahasa artinya gelar administratif seorang bupati.

Dari keturunan pangeran Juminah semuanya menjadi Bupati Kaliwungu yaitu Ronggo Hadi Menggolo, Ronggo Hadi Menggolo 2, Ronggo Hadi Menggolo 3 dan Ronggo Hadi Menggolo 4.
Kemudian di mutasi untuk menjadi Bupati Batang dengan gelar Hadi negoro, dan selanjutnya digantikan oleh saudaranya yang bernama Tumenggung sumo dimuryo.

“Ini termasuk sejarah yang terlupakan anak anak muda saat ini, dan sebenarnya sejarah ini bukan hanya di tempat Pangeran Juminah saja tapi di tempat tempat lain, itu perlu di jaga dan di lestarikan budaya nya. Budaya di Kendal ini memang sangat kental dengan religi ke agamaanya,” tutur Azgan Wakalo selaku pengamat sejarah.

(Untung T – Vio Sari)
Editor : Tatang S

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *