Sedekah Bumi (Apitan) Gelar Wayang Kulit Siang & Malam Tiga Desa DiKecamatan Tegowanu

GROBOGAN, SUARAJAVAINDO.COM – Tradisi Apitan atau lebih dikenal dengan istilah Sedekah Bumi memiliki makna yang sangat dalam yakni sebagai wujud ungkapan syukur warga terhadap nikmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi apitan biasa digelar dengan menampilkan kesenian Tradisional daerah seperti pagelaran wayang kulit, kethoprak, wayang orang, tari-tarian khas Tayub dan kesenian lainnya.
Acara- Acara seperti ini, jaman dulu juga sebagai sarana dan strategi Sunan Kalijaga.

Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat ,Sosial Budaya & Lingkungan H.Muhtarom,SAg saat Mengisi Pengajian di Traban Repaking Wonosamudro.

”Salah satu strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah adanya pagelaran wayang kulit yang sampai saat ini masih sering kita jumpai, kemudian tembang ilir-ilir, dari situ dimasukkan nasihat-nasihat, tentunya dengan sistem dakwah yang lembut tapi bisa sampai di tujuan,” Ucapnya..

Lebih jauh H.Muhtarom,SAg menyampaikan, dalam berdakwah harus ada Harmonisasi antara Ulama dan umara. Ulama dan Umara memiliki tanggung jawab yang sama, yaitu sama-sama melayani masyarakat, yang diibaratkan dua sisi mata Uang,Ia pun memberikan pesan kepada Generasi muda agar mau nguri nguri budaya termasuk wayang kulit.
Menurut H.Muhtarom,SAg,
tradisi tahunan Sedekah Bumi atau Apitan dengan pagelaran wayang kulit sebagai wujud rasa syukur atas limpahan rezeki dan keselamatan yang telah diterima sepanjang tahun,”katanya.
Seperti halnya 3 Desa di Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan yakni Tegowanu Wetan, Karangpasar dan Curug
pada Minggu Kliwon, 18 Mei 2025, dimulai sejak siang hingga malam hari bertempat dipusatkan di kediaman Kepala Desa, Dalam tradisi ini pagelaran wayang kulit digelar dua kali, yaitu pada siang hingga sore hari, dan dilanjutkan semalam suntuk.

Tradisi Apitan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Desa secara turun-temurun. Sebelum pagelaran dimulai, dilaksanakan ritual doa bersama dan kenduri atau bancaan yang diikuti Kepala Desa bersama perangkat desa, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas dan tokoh masyarakat,Tokoh Agama juga warga masyarakat.

Dalam prosesi ini, Kepala Desa Tegowanu Wetan Muh Parjono bersama para Pamong Desa melakukan Penjamasan (Mencuci) benda Pusaka berupa Bende besar( Kempul) Peninggalan Nyai Arum Dayang Tegowanu Wetan, Lain halnya ritual di Desa Curug dengan membuat Gunungan dari hasil bumi setempat di arak dari Balai Desa Curug ke Rumah Kepala Desa Curug Aris Sofyan.

“Untuk Desa Karangpasar sebetulnya sama dengan Desa Tegowanu Wetan ada Peninggalan Pusaka Bende dari Danyang setempat tapi sekarang sudah hilang menurut keterangan Kades Karangpasar Heriyanto kini ritualnya hanya Mengintari rumah kepala Desa saja di ikuti oleh Pamong desa,” Tuturnya.

Dari ritual Sedekah Bumi (Apitan) Di ungkapkan H Muhtarom,SAg ,” sebagai simbol wujud Syukur untuk masyarakat di berikan rezeki yg melimpah makmur sandang pangan dan di jauhkan dari mara bahaya, penyakit, berharapan agar roda pemerintahan juga berjalan lancar, aman, dan dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa,” bebernya.

“Tradisi ini adalah bentuk rasa syukur kami kepada Alloh SWT dan penghormatan kepada leluhur desa yang telah mewariskan nilai-nilai kebersamaan dan kerukunan,” ujar H. Muhtarom,SAg.

“Diterangkan H.Muhtarom ,SAg Sedekah Bumi atau Apitan merupakan ritual adat yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Istilah “apitan” sendiri diyakini berasal dari kata apit yang bermakna ‘jepitan’, merujuk pada bentuk fisik wayang kulit yang dijepit oleh garan (tangkai dari bambu atau tanduk kerbau) saat dipentaskan.

“Pagelaran wayang kulit menjadi elemen penting dalam tradisi ini karena bukan hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan moral dan spiritual kepada masyarakat,” Tutup H Muhtarom ,SAg.

Pada siang hari, lakon yang dipentaskan biasa adalah Romo Tambak & “Sri Bali” Sementara pada malam harinya, pertunjukan dilanjutkan dengan lakon “Noroyono Kridho Broto” yang dibawakan oleh dalang Ki Bayu Aji Pamungkas dari Sukoharjo – Solo,Karangpasar Untuk Dalang Gondo Wartoyo Dari Boyolali lakon “Wahyu Ketentraman”
Dan Desa Curug Ki Tantut dengan lakon “Wahyu Purbo Sejati”

Wayang kulit tetap menjadi seni pertunjukan yang relevan di berbagai kalangan usia. Selain sebagai hiburan, pementasan wayang juga menjadi sarana penyampaian nilai-nilai kehidupan, kejujuran, dan keteguhan moral yang dikisahkan melalui tokoh-tokoh pewayangan.

Acara tersebut juga menjadi momen kebersamaan antar warga. Ribuan warga dari berbagai dusun di Desa
berkumpul di sekitar lokasi pertunjukan. Sejumlah tokoh masyarakat, pemuka agama, ketua RT dan RW, serta perangkat desa turut menghadiri acara tersebut.

“Budaya tradisi seperti ini perlu kita lestarikan bersama. Selain untuk mempererat silaturahmi, ini juga bentuk edukasi budaya bagi generasi muda,” ujar Kepala Desa.

Muh Parjono berharap tradisi Sedekah Bumi terus dijaga oleh masyarakat sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal yang memiliki nilai luhur. Ia menambahkan, di tengah perkembangan zaman yang kian cepat, upaya pelestarian budaya seperti ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak,” Pungkasnya.

(Reporter:BANU ABILOWO)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *