Bahaya Laten PLTU Tanjung Jati B Memaksakan Tinggi Emisi

SUARAJAVAINDO.COM – JEPARA.

Mengapa pemerintah terobsesi dengan PLTU batu bara? Dari segi bahan bakar utama, batu bara mudah disimpan, ditransportasikan, dan digunakan, tak seperti sumber energi primer lain. Aksesnya di seluruh dunia pun mudah. Di Indonesia cadangannya pun masih berlimpah. Dari segi proses operasional, PLTU batu bara selalu kontinu, mudah diprediksi, dan dapat diandalkan sebab mampu bekerja selama 24 jam non-stop.

Kendati korban telah berjatuhan, pemerintah Indonesia masih bernafsu untuk membangun sebanyak-banyaknya PLTU batu bara guna menyuplai kebutuhan listrik yang terus meningkat. Menurut situs resmi PT PLN, pertumbuhan penjualan listrik untuk PLN pada Januari 2016 saja mencapai 7,54 persen. Pertumbuhan ini relatif tinggi dibanding tahun lalu yang tidak pernah lebih dari 3,7 persen.
Dari sekian banyak alasan, alasan harga yang murah adalah yang utama. Apalagi kini harga baru bara terus menurun hingga mencapai 52 persen sejak 2011. Dengan biaya produksi dan operasional yang murah-meriah, tak heran pemerintah Indonesia menjadikan PLTU batu bara sebagai pembangkit tenaga listrik terfavorit.

Sayang, rendahnya harga produksi dan operasional PLTU batu bara menjadi murahan jika juga turut memproduksi dampak buruk bagi lingkungan hidup di sekitarnya.

Dampak mengerikan bagi manusia yang telah dipaparkan hanya satu bagian dari kerusakan ekosistem secara menyeluruh. Tak hanya mencemari udara, PLTU plus tambang batu baranya juga meracuni tanah serta perairan di sekitar pembangkit.
Dalam konteks global, Badan Energi Internasional atau IEA mengungkapkan bahwa bahan bakar batu bara menyumbang 44 persen dari total emisi CO2 global dan sumber terbesar emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim.

Konsekuensi yang fatal, ekstensif, dan global dari PLTU batu bara tak digubris pemerintah. Presiden Joko Widodo justru makin bergegas ingin menyelesaikan rencana pembangunan PLTU-PLTU yang mangkrak sejak 10 tahun lalu. Salah satunya adalah PLTU Batang.

Meski pembangunan energi-energi tersebut lebih memakan biaya, tetapi ada jaminan keamanan dan kesehatan yang jelas di masa depan. Sebaliknya, meski produksi energinya mampu diandalkan dalam waktu yang cepat, namun PLTU batu bara juga mengorbankan nyawa penduduk sekitar dalam jumlah yang tak sedikit di waktu-waktu yang akan datang.

Alih-alih mengklaim sebagai langkah kemajuan, obsesi pemerintah Indonesia terhadap bahan bakar fosil, terutama batu bara, adalah sebuah kemunduran.

Penulis : Purnomo
Editor : Tatang S

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *