GROBOGAN- SUARAJAVAINDO.COM – Bulan Apit atau bulan Dzulqadah dalam kalenderium Hijriyah menjadi momentum sebagian masyarakat Jawa untuk melakukan tradisi apitan atau sering juga disebut merti desa atau sedekah bumi. Sedekah bumi sendiri menurut Ensiklopedi Islam Nusantara: merupakan upacara tradisi yang dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bumi yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya sebagai rezeki, sekaligus bentuk permohonan kepada Tuhan agar hasil bumi pada periode yang akan datang berhasil dengan baik.
Tradisi sedekah bumi banyak kita temui pada masyarakat Pulau Jawa, khususnya daerah pantai utara. Umumnya, mereka berprofesi sebagai petani atau berladang yang menggantungkan hidup dengan memanfaatkan kekayaan alam.
“Tradisi apitan atau Merti bumi/sedekah bumi bukan hanya seremoni tahunan. Ia adalah cermin dari jati diri kita. Ini adalah momen sakral untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas hasil bumi, atas rezeki, atas kebersamaan, dan atas segala nikmat yang kita terima,” Ucap Broto Susilo Kades Tegowanu Kulon di sela-sela acara sedekah bumi, Sabtu Legi (24/05/2025) siang.
Menurut Broto Susilo Kades Tegowanu Kulon, penanggalan, tradisi Merti bumi/sedekah bumi dilakukan dengan runtutan acara yang sederhana namun memiliki makna yang filosofis. Setiap prosesi upacaranya juga dilaksanakan dengan meriah bersama masyarakat yang ikut andil didalamnya,” Ujarnya.
“Tradisi Merti bumi/sedekah Bumi ditandai dengan pergelaran wayang lengkap tanpa ada anggota yang dilewatkan. seperti di desa Tegowanu Kulon sendiri juga unik dengan mementaskan wayang kulit siang dan malam sebagai kearifan budaya lokal yang beda dengan daerah lain.
Merti bumi/sedekah bumi (Apitan) sebagai ikhtiar masyarakat Desa Tegowanu Kulon dan doa serta rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah ditahun lalu. Juga harapan semoga ditahun ini terhindar dari musibah dan marabahaya serta diberikan hasil bumi yang melimpah pula,” Ungkapnya.
Di jelaskan oleh Broto Susilo,Pemerintah Desa Tegowanu Kulon membuat Gunungan mengusung berbagai hasil bumi atau hasil pertanian, seperti padi dan sayur-sayuran dan hasil bumi itu ditata sedemikian rupa, membentuk gunungan yang melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil bumi yang melimpah kemudian di perebutkan oleh warga masyarakat,itu merupakan ritual yang dinamakan kebersamaan,” Terangnya.
Pada Merti bumi/ sedekah bumi tersebut, terdapat momen simbolis yang menarik, yaitu “momong perangkat”Kapala Desa Broto Susilo dengan membawa pecut. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol bahwa para aparat desa harus bekerja dalam satu komando, siap siaga, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
“Kita harus sejalan dalam visi, misi, dan tujuan untuk Desa Tegowanu Kulon” ungkap Broto Susilo.
Ia menyampaikan, bahwa Tradisi ini sudah berlangsung sejak sebelum kepala desa saat ini
Momen kepala Desa Tegowanu Kulon Broto Susilo membawa pecut sebagai bentuk simbolis tradisi momong perangkat pada acara Merti bumi/sedekah bumi (Apitan).
“Intinya, kita sebagai pelayan masyarakat harus siap membantu dan menjadi tangan panjang masyarakat,” tandasnya.
Ditambahkan Broto Susilo,Tradisi Merti bumi/Sedekah Bumi (Apitan) tersebut diidentikan dengan pagelaran wayang kulit siang & semalam suntuk seperti di Tegowanu Kulon.
“Pagelaran wayang kulit mengangkat lakon ” Sri Bali ” dengan dalang Ki untuk siang hari dan ”Wisanggeni Kridho” lakon untuk malam hari dibawakan oleh dalang Ki H Warjito Kliwir dari Boyolali Solo.
“Pagelaran wayang kulit merupakan sebuah kesenian yang dapat dinikmati oleh semua umur. Tidak hanya sebagai sebuah kesenian semata, tetapi juga sebagai suatu hiburan juga Untuk nguri – uri budaya Adi luhung agar tidak punah,” Pungkasnya.
Acara Merti bumi/ Sedekah Bumi (Apitan) Di Desa Tegowanu Kulon di mulai dengan membagi berkah dengan memberikan sedekah berupa uang kepada Anak anak kemudian dilanjutkan dengan ritual Kepala Desa Broto Susilo memukul kentongan untuk mengumpulkan Pamongnya yakni Perangkat desa , BPD,Linmas dan TP PKK, Bhabinkamtibmas dan Babhinsa, tokoh masyarakat serta Tokoh Agama juga warga masyarakat untuk bancaakan.dan warga masyarakat menyaksikan kepala Desa membawa Pecut sebagai bentuk simbolis tradisi momong perangkat sehingga perangkat desa di pecut untuk simbul bahwa para perangkat desa harus bekerja dalam satu komando siap siaga dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Acara kemudian keroyakan/Perebutkan gunungan hasil bumi dan undian door prize dari kepala Desa Tegowanu Kulon Broto Susilo berupa 3 Sepeda gunung,kipas angin , Setrika dan puluhan hadiah door prize.
diteruskan pagelaran wayang kulit siang dan malam.
(Reporter:BANU ABILOWO)